Pages

Rabu, 27 Agustus 2014

Dari Kapal Fery ke Kapal Perang


Tidak terbayang sebelumnya hal ini menjadi kenyataan.   Pengalaman kelas dua SMP dengan kawan bernama Saepudin berulang lagi, tapi dengan rasa berbeda.   Dulu, sewaktu kami masih berseragam putih biru dengan celana pendek khas SMP.   Sama-sama punya mimpi waktu kecil untuk menjelajahi  lautan, pergi berpetualang dengan kapal laut.

Kamis, 21 Agustus 2014

Kala Itu

Lagu Bang Iwan mengalun lembut, Air Mata. ...jadikan telaga, agar tak usang mimpi panjang itu...begitu penggalan liriknya. Sejenak pikiranku menerawang ke peristiwa beberapa tahun lalu.

Adalah seorang kawan baik sewaktu mondok di ibu kota Banten yang saat itu menjadi teman seiring sejalan. Ia tinggal di daerah Ciputat. Sekolah menengah atas kami berbeda.

Selasa, 19 Agustus 2014

Selamat Jalan

Jika hidup kita adalah cerita dalam sebuah buku, cover depan adalah tanggal lahir, cover belakang adalah tanggal kematian. Setiap lembar halamannya, adalah apa yang kita lakukan setiap hari.

Kalimat di atas nampaknya pas dengan kejadian pagi ini. Jarum jam belum genap mengarah ke angka delapan pagi. Kurang dua puluh menit menurut jam HTC Desire-ku. Satu miskol nampak di pojok kiri atas. Sayang aku belum sempat membukanya karena Shuttle sudah tiba di depan Korlantas, dan aku harus turun.

Sebelum naik jembatan penyebrangan, aku sempatkan berhenti untuk membuka ponselku. Satu miskol dan satu pesan melalui whats app. Berita duka mampir pagi ini.

Adalah istri salah seorang pejabat di perusahaan tempatku bekerja meninggal pagi ini. Disebutkan pukul 7.30 di salah satu rumah sakit di Tasikmalaya. Innalillahi wainna ilaihi rojiun.

Aku sempat tertegun sejenak sebelum klik enter untuk mengirim whatsapp blast kepada karyawan lainnya. Rasanya, akhir-akhir ini aku sering kirim broadcast berita duka cita. Dan pagi ini aku kirim untuk kesekian kalinya.

Tentu saja ini merupakan tadzkiroh bagiku. Setiap orang sudah memiliki cover belakang dari buku hariannya.Hanya saja, kita tidak pernah tahu kapan takdir itu menghampiri.

Banyak yang tertipu dengan usia. Banyak yang tertipu dengan kesehatan. Sungguh, cover belakang tidak selalu berbanding lurus dengan keduanya. Kapan saja, kita tidak tahu.

Pesan yang bijak, jadilah orang yang cerdas. Dialah orang yang mengingat mati dan mempersiapkan bekalnya.

Semoga amal kebaikan almarhumah diterima di sisi Yang Maha Kuasa. Seperti pula niat kebaikannya untuk menunaikan ibadah haji yang q hitungan hari berangkat, pasti tercatat dengan tinta emas.

Untuk yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan. Banyak ibroh yang bisa diambil dari peristiwa ini. Mari isi buku harian kita dengan kebaikan, seraya berharap cover belakang kita khusnul khotimah.


Bermasyarakat



Sore ini aku meluncur ke Masjid Jami di komplek tempat tinggalku. Kebetulan aku menjadi salah satu pengurusnya. Dengan dikawal Si Kakak, tibalah aku di masjid dalam rangka rapat.

Seperti telah diduga, jam karet berlaku juga dalam rapat ini. Jadwal rapat jam empat, akhirmya baru dibuka empat puluh menit kemudian. Tapi, tidak apalah yang penting lancar.

Agenda rapat kali ini nampak berat, pembentukan majlis ta'lim tingkat RW. Pesertanya, ibu-ibu koordinator di tingkat RT. Jadilah aku paling ganteng berdua dengan Pak RW (Pak Ketua dan pengurus lainnya berhalangan).

Pembentukan majlis ta'lim yang definitif ini isu cukup strategis. Selama perumahan ini berdiri enam tahun silam, majlis ta'lim bersama ini urung terwujud. Seiring dengan selesainya pembangunan masjid jami dan situasi yang kondusif, rencana ini akhirnya menemukan takdirnya.

Tidak seperti rapat dewan yang sedang memilih ketua dewan atau ketua komisi yang saling sikut. Masing-masing ibu-ibu di sini saling mempersilahkan untuk menjadi koordinator. Satu sama lain enggan karena khawatir tidak dapat menjalankan amanah dengan baik.

Akhirnya, tidak perlu waktu cukup lama ketua terpilih. Alhamdulillah.

Bermasyarakat, adalah fitrah manusia. Seperti didengungkan diliteratur oleh Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk sosial. Begitupun dengan sebagian besar orang yang senang hidup bermasyarakat. Walaupun tidak sedikit saat ini yang lebih memilih individualis. 

Almarhum ayahku memberi contoh, setidaknya saat ia meninggal dunia. Pelayat yang mengantar ke tempat peristirahatan terakhirnya mengular seolah tak berujung. Tentunya hal baik yang ditinggalkannya.

Pesannya secara tidak langsung, jadilah orang yang bermanfaat. Karena itulah sebaik-baiknya manusia.

Keriangan di Sabtu Pagi



Aku di sini! Teriak Si Kakak yang tiba-tiba muncul dari balik boneka menekin dipojok ruangan toko. Yeahh...abi kalah lagi. Sambil garuk-garuk kepala aku kembali berhitung satu sampai sepuluh. Sementara si Kakak kembali menghilang di antara gantungan baju-baju.

Sementara itu Sang Adik yang beranjak 10 bulan sudah menclok di atas meja belajar. Waduh....

Umminya, selain sibuk dengan urusan negara, eh...kerjaan rumah tangga juga nyambi ngurusin toko busananya. Jadi dituntut benar-benar multitasking.

Bagi keluargaku yang tidak memiliki asisten rumah tangga, berbagi tugas menjadi hal biasa. 

Seperti setelah main petak umpet ini, peran berikutnya adalah menjadi chef di dapur. Ya, menyiapkan sarapan dengan memasak di dapur (ada yang ngangetin juga sehhh). Sreng...sreng...goreng tahu, kentang balado dan semur daging kiriman kakak ipar yang baru menikahkan anaknya kemarin.

Untuk urusan masak memasak, sedikit banyak sudah mendapat pengakuan. Setidaknya pernah juara lomba masak nasi goreng dalam rangka Hut Perusahaan tahun lalu. Waktu itu duet dengan Udik (Ustadz Didik) menghasilkan nasi goreng khas mertua (colek Pak Dirkeu & Sdm Susilo Hertanto sebagai jurinya).

Setelah sarapan bareng, misi berikutnya adalah memandikan jagoan abi. Beugh...anak bungsuku semakin besar. Makin suka main air. Basah....basah...dan basah.

Kebersamaan di hari libur seperti ini kegiatan rutin. Belajar masuk ke dunia anak-anak dan menjadi sahabat mereka. Walaupun terkadang tampak menggelikan. 

Menyenangkan karena hanya bisa dilakukan di saat hari libur saja karena hari biasa sudah disibukkan dengan urusan masing-masing. Apalagi tatkala melihat senyum mereka mengembang. Alhamdulillah.

Mana Hadiahku?

Masih tentang acara 17 Agustusan. Selepas upacara di Kota Nanas, aku langsung ngibrit pulang. Setidaknya empat agenda masih menanti hari itu. Menemani Si Kakak lomba di lingkungan perumahan, selepas dhuhur halal bihalal tingkat RT, selepas ashar futsal pakai sarung, selepas magrib silaturahmi ke kerabat. Pool....

Pada saat aku tiba di rumah, lomba sudah di mulai. Katanya Si Kakak dapat lomba memasukan kelereng. Pemberian hadiahnya nanti pada saat halal bihalal.

Saatnya tiba, selepas halal bihalal, Pak RT membagikan hadiah. Aku tidak hadir di arena pembagian hadiah karena sedang ngobrol dengan bapak-bapak lainnya sambil ngasuh si jagoan Fao.

Ketika aku cari, ternyata Si Kakak pulang duluan, sendiri. Lagi murung, kata istriku. Selidik punya selidik, ternyata dia tidak mendapatkan hadiah.

Baru selepas magrib aku sempat tanya Pak RT lewat pesan pendek. Rupanya, yang dapat hadiah hanya juara satu saja, dan Si Kakak juara kedua. Begitu penjelasan Pak RT sambil meminta maaf tidak seluruh anak mendapatkan hadiah.

Kalau kita coba kembali ke dunia anak-anak, mendapatkan hadiah dari apa yang kita perjuangkan adalah sesuatu yang membanggakan. Bukan karena nilai hadiahnya. Toh tidak seberapa juga.

Dan sudah menjadi sifat anak-anak ingin mendapatkan yang sama dengan anak lainnya. Terkadang orang tuanya yang akhirnya dibuat repot dengan memberikan penjelasan.

Biasanya, trik yang digunakan untuk lomba anak-anak seperti ini adalah dengan menyediakan bingkisan atau hadiah yang semua anak dapat. Untuk pemenang, bisa diberi tambahan atau dibedakan isinya. Memang perlu juga untuk menanamkan sifat kompetisi berikut rewardnya bagi pemenang. Anak-anak akan terpacu dan diberi pengertian untuk siap menang atau kalah.

Akhirnya, Si Kakak mendapatkan hadiah keesokan harinya. Hadiah menjadi anak rajin dari umminya.


Kejutan Tidak Terencana

Masih tentang Hari Kemerdekaan RI, dan masih tentang upacara. Ada beberapa peristiwa yang cukup menggelikan pada saat upacara. Tapi aku ingin fokus pada kejadian yang menimpa kedua temanku ini.

Seperti biasa, selalu ada modifikasi dalam pelaksanaan seremoni di kantorku. Tak ketinggalan dalam upacara kali ini. Rangkaian resmi upacara berjalan mulus, satu persatu petugas menunaikan amanahnya.

Sampai di sesi akhir, yang aku sebut acara tambahan, pengumuman tentang kenaikan jabatan ke posisi asisten manajer. Di depan sudah berdiri sepasang karyawan yang akan menerima skep secara simbolis dari direksi. Mereka berdiri berjejer dengan petugas lainnya.

Tibalah saatnya, pengumuman dibacakan langsung oleh pejabat SDM dengan lantang. Kata demi kata dibacakan dalam petikan surat keputusan tadi dengan runtut, termasuk lampirannya di lembar kedua sampai nomor urut lima karyawan penerima promosi.

Sang pejabat menutup mapnya dan kembali ke tempat semula tanda pembacaan skep selesai, sementara MC langsung membacakan rangkaian acara berikutnya, laporan pemimpin upacara.

Tiba-tiba sang pejabat SDM kembali lagi ke pengeras suara sambil mengatakan ada lembaran yang tertinggal. Sontak kegaduhan pun terjadi dari peserta upacara.

Rupanya, lampiran surat keputusan itu masih berlanjut di halaman berikutnya. Dan yang lebih seru lagi (kayak film saja seru), sepasang perwakilan yang di depan namanya berada di lembar yang belum dibacakan. Sepertinya mereka protes namanya tidak disebutkan. Atau jangan-jangan skepnya dirubah, tidak jadi promosi?

Kejadian ini sepertinya cukup mempengaruhi penampilan pasangan tersebut. Terutama sang wanita. Hal ini terlihat dari langkah barisnya yang gontai dan ketinggalan langkah oleh perwakilan prianya. Untungnya selamat juga sampai upacara selesai (khawatir pingsan).

Kejadian jenaka saat upacara ini banyak ditemui. Seperti salah satu direksi yang masih hormat bendera padahal sang pemimpin upacara telah berteriak Tegak Grakkk! Atau cara baris dan penempatan posisi yang masih terlihat kebingungan.

Harus dimaklumi, karena upacara seperti ini dilaksanakan setidaknya hanya dua kali dalam setahun. Upacara hari kemerdekaan dan ulang tahun perusahaan.




Senin, 18 Agustus 2014

Kemerdekaan Itu...

Kemerdekaan itu, naik motor di pagi buta menempuh jarak 54 + 12 kilometer untuk upacara. Kemerdekaan itu, bangun dinihari dan berangkat jam tiga pagi menempuh 76 + 54+ 12 kilometer untuk upacara.

Itulah yang terjadi pada 17Agustus tahun ini. Aku berangkat dari rumah naik motor, lebih cepat dan mengantisipasi kemacetan akibat pawai warga sepanjang jalur Sadang - Subang. Sementara rekan-rekan lainnya ada yang berangkat dari Jakarta.

Perjuangan untuk upacara, kalau boleh disebut seperti itu, sepertinya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan para pejuang kemerdekaan terdahulu. Mari kita berkaca pada perjuangan saat agresi Belanda pertama.

Agresi militer I ini terjadi pada 21 Juli 1947. Belanda telah merobek-robek perjanjian Linggarjati. Syahwat menjajahnya telah merasuki para tentara bule itu. Kota-kota utama Indonesia segera berjatuhan ke tangan penjajah akibat serangan mendadak dan tidak berimbangnya persenjataan.

Menurut catatan sejarah, di Jawa Barat hanya Keresidenan Banten sajas yang luput dari cengkraman Belanda dalam agresi pertama ini.

Dunia internasional bereaksi. Melalui PBB, turunlah resolusi agar konflik dihentikan. Melalui Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belanda), pada 6 Desember 1947 mulailah diadakan perundingan antara Indonesia - Belanda di atas kapal perang Amerika VSS Renville.

Perundingan berjalan lambat, sampai akhirnya pada 17 Januari 1948 tercapailah kesepakatan dan naskah perjanjian Renville ditandatangani. Salah satu isinya adalah keharusan bagi pasukan-pasukan RI untuk meninggalkan daerah-daerah kantong.

Persiapan hijrah ini telah menyibukkan Divisi Siliwangi di Jawa Barat. Ada sebagian kecil dari pasukan Siliwangi yang menyusup dengan berjalan kaki ke Banten menggabungkan diri dengan Brigade l Tirtayasa.

Mereka meninggalkan daerah mereka karena menghormati perjanjian dan demi RI. Jangan bayangkan dulu ada kereta api atau bis ber-AC seperti sekarang ini. Berjalan kaki, bro. Terusir dari kampung sendiri. Sakitnya itu di sini (sambil memegang hati. bisa ya hati dipegang?)

Kembali ke awal, jadi kalau aku hanya sekedar bangun pagi di hari libur untuk upacara itu tidak ada apa-apanya. Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.


Jumat, 15 Agustus 2014

Saatnya Main Game



Sesekali kita butuh untuk melupakan sejenak problematika kehidupan. Setiap orang punya cara masing-masing. Mulai dari yang sangat religius sampai yang ekstrim. 

Sepertiku, ketika bosan melakukan apapun atau sedang kram ide, sejenak main game bisa menjadi obat pelipur lara. (Daleeem)

Kebetulan aku masih mempunyai misi untuk menaklukan Madrid Open. Beberapa kejuaraan telah aku menangi seperti Grand Slam Australia.

Seperti dalam kehidupan nyata, bermain tennis pun dibutuhkan ketenangan menghadapi setiap arah bola dari lawan. Berpikir dengan cerdas bagaimana menempatkan bola diposisi yang tepat.

Lawan yang dihadapi pun bervariasi. Ada yang kuat dengan smashnya, ada yang lebih senang dengan bermain sudut pukulan yang membuat lawan mati gaya. Diperlukan teknik yang berbeda untuk lawan yang berbeda.

Untuk melewati Madrid Open ini sedikit dibutuhkan konsentrasi ekstra. Aku terpaksa meletakkan bengbeng digigitan ketiga demi memenangkan laga di perempat final pagi ini.

Waduh, pengembalian bolaku meleset ketika H-1 yang kunaiki terantuk lubang di jalan tol Cikampek yang bopeng-bopeng. Memaksa tie break.

Rehat dulu, ternyata main game untuk kesenanganpun terkadang malah membuat tegang. Makanya aku tak habis pikir kepada teman-teman yang suka dengan game yang complicated. Maksudku, selain mesti meres otak, juga dibutuhkan waktu yang terlalu lama. Ya, kalau sesekali tak apalah.

Akhirnya aku bisa menuntaskan babak perempat final Madrid Open di Km. 43. Dimana pom bensin di rest area terlihat nampak lengang setelah premium melarikan diri dari jalan tol.

Sekarang, kendaraan yang akan masuk tol memilih mengisi BBM di Pom Bensin di dalam kota. Di sini masih tersedia BBM bersubsidi. Seperti travel yang biasa kunaiki ini yang biasa ngisi BBM di tol, kini mampir dulu di Pom Bensin dekat rumahku.

Ah, jadi ngelantur. Memikirkan BBM merusak niat rehatku. Menambah konsumsi energi otak untuk berpikir. Nanti malah jadi lola (loading lambat). Seperti HTC desire ku yang sudah teler, dengan Ram 1 Gb harus nampung dan memakai aplikasi yang banyak dalam waktu bersamaan. (modus untuk upgrade sambil nunggu menang doorprize lagi hehe)

Sementara di belakang kursiku dua orang bapak terlibat diskusi alot tenang Pilpres, hadohhh cape dweh. Forum pengamat yang menggunakan ruang publik tanpa izin seperti di travel ini adalah sebuah pelanggaran. Bisa dikenakan pasal melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Orang lain dipaksa menjadi pendengar walaupun tidak ingin mendengarkan. Rasanya, diskusi model ini sudah basi di televisi.

Baiklah, aku lanjutkan gigitan bengbeng berikutnya sambil mengenakan headset di telingaku. Dan mengalunlah lagu dari Bang Iwan, Bongkar.

Hujan dan Doa



Bandung hujan lebat sore ini. Untungnya, hujan turun setelah sesi terakhir menembak dengan senapan PT Pindad kelar. Alhamdulillah. 

Kalau turun hujan seperti ini, aku suka teringat Si Kakak. Dia suka mengingatkan, Abi sudah baca doa belum. Doa ketika hujan turun dan berdoa yang lainnya. Karena salah satu waktu istimewa untuk berdoa adalah ketika turun hujan.

Agama ini mengajarkan banyak hal. Terutama sunah-sunah melalui rasulnya. Bahkan untuk hal-hal yang mungkin sepele. Seperti berdoa ini.

Turun hujan ada doanya, mau berangkat ada doanya. Masuk ke toilet juga ada doanya. Bahkan, bersin saja ada doanya. Baik untuk yang bersin maupun yang mendengarnya. Sejatinya doa adalah bentuk kerendahan hati kita untuk memohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa.

Nah, untuk urusan doa mendoa pendek seperti ini, kayaknya kita akan kalah dengan anak kita. Apalagi yang sekolah di SDIT atau yang ikut TPA. Coba test saja, apakah bapak/ibu hafal doa ketika mengenakan pakaian? Kebanyakan kita hafalnya doa makan saja (hehehe ahlu dahar).

Tidak ada salahnya kita belajar kembali doa-doa pendek. Bolehlah kita pinjam buku doa anak kita. 

Ngomong-ngomong, kalau doa supaya tidak malas apa ya? Bukan Allahumma faksakeun kan? Hehe...dadah Bandung

Allah Hanya Meminta Sedikit



Niat hati mencari hasil jepretan salah satu tempat kuliner di galeri HTC-ku. Tak sengaja jempol ini mengarah pada beberapa foto kegiatan Idul Fitri kemarin. Nampak barisan jamaah mendengarkan khutbah di area luar masjid (karena penuh).

Aku sendiri kebagian tempat di area luar dan paling belakang. Maklum datang terlambat karena bareng istriku harus menyiapkan pasukan krucil. Tapi ada hikmahnya, bisa mendapatkan ruang foto yang lebih luas dari belakang.

Menurut sang khatib, kebahagiaan seorang muslim, terutama setelah ramadhan, amalnya diterima oleh Allah SWT. Hanya saja, diterima tidaknya amal kita dirahasiakan. Tidak ada satupun yang tahu. Mungkin takut ge-er keleess.

Hikmahnya, ketidaktahuan ini akan menghadirkan rasa optimis dan khawatir. Harap-harap cemas amal ibadahnya diterima atau tidak, sehingga ia akan terus berdoa dan memperbaiki diri dengan menjaga amalan ramadhan di bulan-bulan berikutnya. Dan akankah ini menjadi ramadhan terakhir?

Inti amalan ramadhan sendiri, selain menjadikan insan bertakwa, juga berujung pada permohonan ampunan atas dosa-dosa kita.

Dan ternyata, Allah tidak meminta banyak kepada kita. Mari kita ambil contoh dari waktu ibadah sholat dan menuntut ilmu agama. Dari sekian tahun kita mengirup udara, Allah hanya meminta waktu sedikit saja.

Sholat fardhu setiap hari ada lima (anak TK juga tahu, bro). Tarolah kita ambil waktu moderat dengan wiridnya per sholat 10 menit. Pada kenyataannya banyak dari kita lebih senang dengan paket kilat, cukup 5 menit atau kurang dengan bacaan surat pendek favorit: Al Kautsar dan Al Ikhlas. Wiridnya? Allahumma lantas jalan alias mengusap muka setelah salam terus berdiri dan jalan (hehehe...gue banget).

Kembali ke laptop, eh...ke hitungan. 10 menit kali 5 kali sholat dalam sehari menghasilkan 50 menit. Kemudian dikalikan 30 hari dalam sebulan sama dengan 1.500 menit. Mari kita kalikan 12 bulan dalam setahun menjadi 18.000 menit. Coba kita konversi ke jam, menjadi 300 jam atau hanya 12.5 hari dalam setahun. (coba cek, benar ngga cara menghitungnya ya? Maklum lebih seneng ngitung uang dari pada matematika)

Coba bandingkan dengan aktivitas yang lain dalam sehari. Waktu sholat kita sehari hanya 50 menit (kurang dari 1 jam), sementara waktu tidur kita? Waktu main kita? Waktu kerja kita? Berapa hayo? Allah hanya meminta waktu sedikit. Tentunya itu hitungan minimalis sekali.

Pertinyiinnyi (tukul mode on), masihkah kita akan berat dalam beramal (sholat)? Betapa baiknya Allah, tidak meminta banyak dari kita. Mungkin bisa kita hitung sendiri waktu menuntut ilmu agama kita. Jangan-jangan malah tidak teralokasikan karena kesibukan kita.

Diakhir khutbah, sang khatib mengingatkan, perbaiki hubungan kita dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungan kita dengan manusia.

Nah, jika kita sering bermasalah terus dengan manusia, coba cek hubungan kita dengan Allah. Astagfirullah. 

Rupanya lamunanku selesai, mobil dinas dengan supirnya yang kalem telah sampai di Gerbang Tol Buah Batu. Welcome Paris van Java.
 

Blog Archive

Blogroll

# Happy people is not a great man in every way, but one that can find simple things in life and give thanks diligent.
# Life is a game with obstacles encountered and when there is a chance, we have to seize it.

About