Suara handphone berdering nyaring dari ponsel yang tergeletak di atas
meja kamar. Jui segera meraihnya, tak
lama kemudian terdengar suara renyah anak kecil penuh keceriaan. Pagi itu, Jui berbagi cerita dengan anak dan
istrinya di rumah. Suara renyah keduanya
seolah penawar kerinduan tatkala jauh dari rumah.
Keriangan itu membangkitkan memori lama di awal pernikahan tujuh tahun
silam. Bagaimana keinginan untuk membina
rumah tangga menjadi sebuah kenyataan.
Menikah dengan gadis anugrah dari Allah SWT.
Prosesi akad nikah saat itu berlangsung khidmat. Kehadiran
keluarga, sahabat-sahabat dari luar kota menambah kebahagiaan bagi kedua
mempelai.
Sampai pada saat akad nikah, Jui berhasil menjalankan 'tugasnya'
dengan cukup sekali disambut dengan sahutan "syah".
Alhamdulillah.
Sebagai hadiah untuk sang istri yang baru saja dinikahinya. Jui
menghadiahkan hafalan surat Ar Rohman yang dilantunkannya dengan lancar.
Lantunan kalam Ilahi surat ke-55 itu mengharubiru suasana. Hening dalam lantunan
asma Allah diiringi isak tangis haru yang hadir. Tentunya bukan karena
Jui yang membacanya, tapi karena kandungan dari ayat-ayat yang dibaca itu sarat
dengan makna.
Masih teringat dibenak Jui janjinya di awal pernikahan itu.
"Aku tidak memiliki apa-apa yang dapat dibanggakan. Aku hanya
memiliki tekad untuk mengayuh bahtera ini bersama denganmu. Membangun
peradaban bersama anak-anak dalam bingkai keluarga qur'ani. Engkau adalah
amanah yang akan aku pertanggungjawabkan di hadapan Rabbku. Engkau adalah
investasi akhiratku," ucap Jui saat itu.
"Aku pun tidak meminta apa-apa kepadamu. Ajaklah aku
bersama menggapai kecintaan Tuhanmu. Biarlah aku menjadi pendamping yang
menemanimu dalam suka dan duka. Aku ingin membesarkan buah hati kita
dalam panji-panji kebesaran agama Tuhanmu. Menjadikannya generasi yang merasa
selalu dalam pengawasanNya dan memiliki rasa malu yang sudah hilang dari
karakter bangsa ini. Tidak mudah, tapi itu bukan sebuah
kemustahilan," sahut istrinya lirih.
"InsyaAllah. Mari kita kayuh bersama biduk ini.
Yakinlah, akan ada ombak yang menerpa, atau badai yang menghantam. Tapi
ketika kita tetap searah, dengan izin Allah pasti bisa melampauinya,"
jawab Jui.
Sekarang, menginjak tujuh tahun usia pernikahan, Allah telah banyak
memberikan karuniaNya. Rumah mungil dengan suara riang gadis kecil cantik
mengiasi hari-hari keluarga Jui, dan juga kasih sayang lingkungan keluarga dan
sekelilingnya. Segala puji bagiNya.
Riak dan gelombang yang menghampiri biduk keluarga kecil itu datang
silih berganti. Kasih sayang Allah yang tiada terhingga menjadi anugrah
terbesar dalam kehidupan mereka.
Masih banyak yang harus dibenahi dalam keluarga kecil ini.
Semoga, rasa syukur dan penghambaan kepada Allah sebagai penuntun untuk
mencapai cita-cita keluarga sakinah yang dapat melahirkan generasi yang
menjunjung kemulyaan akhlak. Tentunya, seraya berharap dan berusaha itu
bukan hanya ada di negeri wacana utopi yang jauh dari realita.
Sby. 1 Nopember 2012.
0 komentar:
Posting Komentar