Pages

Sabtu, 03 November 2012

Romansa Akad Nikah



Suara handphone berdering nyaring dari ponsel yang tergeletak di atas meja kamar.  Jui segera meraihnya, tak lama kemudian terdengar suara renyah anak kecil penuh keceriaan.  Pagi itu, Jui berbagi cerita dengan anak dan istrinya di rumah.  Suara renyah keduanya seolah penawar kerinduan tatkala jauh dari rumah.

Keriangan itu membangkitkan memori lama di awal pernikahan tujuh tahun silam.  Bagaimana keinginan untuk membina rumah tangga menjadi sebuah kenyataan.  Menikah dengan gadis anugrah dari Allah SWT.  

Prosesi akad nikah saat itu berlangsung khidmat.  Kehadiran keluarga, sahabat-sahabat dari luar kota menambah kebahagiaan bagi kedua mempelai.

Sampai pada saat akad nikah, Jui berhasil menjalankan 'tugasnya' dengan cukup sekali disambut dengan sahutan "syah".  Alhamdulillah.

Sebagai hadiah untuk sang istri yang baru saja dinikahinya.  Jui menghadiahkan hafalan surat Ar Rohman yang dilantunkannya dengan lancar.  Lantunan kalam Ilahi surat ke-55 itu mengharubiru suasana.  Hening dalam lantunan asma Allah diiringi isak tangis haru yang hadir.  Tentunya bukan karena Jui yang membacanya, tapi karena kandungan dari ayat-ayat yang dibaca itu sarat dengan makna. 

Masih teringat dibenak Jui janjinya di awal pernikahan itu.  "Aku tidak memiliki apa-apa yang dapat dibanggakan.  Aku hanya memiliki tekad untuk mengayuh bahtera ini bersama denganmu.  Membangun peradaban bersama anak-anak dalam bingkai keluarga qur'ani.  Engkau adalah amanah yang akan aku pertanggungjawabkan di hadapan Rabbku.  Engkau adalah investasi akhiratku," ucap Jui saat itu.

"Aku pun tidak meminta apa-apa kepadamu.  Ajaklah aku bersama menggapai kecintaan Tuhanmu.  Biarlah aku menjadi pendamping yang menemanimu dalam suka dan duka.  Aku ingin membesarkan buah hati kita dalam panji-panji kebesaran agama Tuhanmu. Menjadikannya generasi yang merasa selalu dalam pengawasanNya dan memiliki rasa malu yang sudah hilang dari karakter bangsa ini.  Tidak mudah, tapi itu bukan sebuah kemustahilan," sahut istrinya lirih.

"InsyaAllah.  Mari kita kayuh bersama biduk ini.  Yakinlah, akan ada ombak yang menerpa, atau badai yang menghantam.  Tapi ketika kita tetap searah, dengan izin Allah pasti bisa melampauinya," jawab Jui.

Sekarang, menginjak tujuh tahun usia pernikahan, Allah telah banyak memberikan karuniaNya.  Rumah mungil dengan suara riang gadis kecil cantik mengiasi hari-hari keluarga Jui, dan juga kasih sayang lingkungan keluarga dan sekelilingnya.  Segala puji bagiNya.

Riak dan gelombang yang menghampiri biduk keluarga kecil itu datang silih berganti.  Kasih sayang Allah yang tiada terhingga menjadi anugrah terbesar dalam kehidupan mereka. 

Masih banyak yang harus dibenahi dalam keluarga  kecil ini.  Semoga, rasa syukur dan penghambaan kepada Allah sebagai penuntun untuk mencapai cita-cita keluarga sakinah yang dapat melahirkan generasi yang menjunjung kemulyaan akhlak.  Tentunya, seraya berharap dan berusaha itu bukan hanya ada di negeri wacana utopi yang jauh dari realita.

Sby. 1 Nopember 2012.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Blogroll

# Happy people is not a great man in every way, but one that can find simple things in life and give thanks diligent.
# Life is a game with obstacles encountered and when there is a chance, we have to seize it.

About