bengbeng bekal di jalan |
Sore itu, suara emas Bruno Mars mengalun dari
head set yang tersemat di kedua telinga. Suaranya yang khas melantunkan Count
on Me membuat kepalaku ikut mengangguk-angguk mengikuti iramanya.
Sementara itu tanganku sibuk dengan bengbeng bekal dari rumah. Ya, bekal untuk menemani perjalanan pergi pulang kantor. Makanan yang cukup simpel karena tidak mengundang perhatian penumpang lainnya. Coba bayangkan kalau kerupuk, setiap gigitannya akan mengundang penumpang lainnya untuk menoleh karena suaranya, krauk...krauk.
Deretan tempat dudukku ada tiga kursi. Cukup nyaman karena ukuran Hyunday H-1 cukup luas. Dengan pelan seorang ibu menasehati seseorang lewat telepon. Entah anaknya atau temannya. Kurang lebih, buat santai setiap perilaku orang yang tidak suka dengannya. Terlebih menghadapi orang yang licik dan suka cari muka. Dan bla...bla...suaranya samar karena telingaku dipenuhi oleh suara Bruno Mars dengan Grenade-nya.
Mungkin benar apa yang dikatakan oleh sang ibu itu. Menghadapi orang yang senang cari muka (bingung juga sih, emang mukanya kemana sampe harus dicari-cari) itu gampang-gampang susah. Maksudnya, susah untuk tidak tertawa dengan perilakunya, yang seringnya terlihat bodoh dan naif.
Betapa tidak, orang jenis ini dengan sendirinya akan menelanjangi dirinya sendiri. Ingin terlihat pintar malah kelihatan kebelinger. Ingin terlihat pandai malah seperti berandai-andai. Pokoknya, nggak banget deh.
Karakternya sama dengan pembohong. Dia akan mengakui kebohongan dengan sendirinya. Mungkin tidak dalam waktu itu. Lidahnya akan keseleo. Alam bawah sadarnya tidak sengaja akan mengakui bahwa ia berbohong.
Rupanya lagu yang diputar melalui HTC Desire-ku sudah berganti beberapa lagu. Sementara penunjuk kilometer baru melewati Km. 12. Owh, masih dibutuhkan puluhan kilometer untuk tiba di km. 76. Tapi untungnya, HTC dan Note 10.1 selalu setia menemani.
Sementara sang ibu tadi nampak akan mengakhiri teleponnya. Sayup terdengar dia mengeluh menahan pipis kepada lawan bicaranya di telepon. Ada-ada saja. Duduknya sudah mulai gelisah. Ah, aku juga pernah merasakannya. Sungguh tidak nyaman dan waktu seolah olah bergerak melambat.
Sudahlah, sepertinya mending tidur. Alih-alih mencicil tulisan untuk buku kejar tayang, mata rupanya tidak bisa diajak kompromi. Hoamm....
Sementara itu tanganku sibuk dengan bengbeng bekal dari rumah. Ya, bekal untuk menemani perjalanan pergi pulang kantor. Makanan yang cukup simpel karena tidak mengundang perhatian penumpang lainnya. Coba bayangkan kalau kerupuk, setiap gigitannya akan mengundang penumpang lainnya untuk menoleh karena suaranya, krauk...krauk.
Deretan tempat dudukku ada tiga kursi. Cukup nyaman karena ukuran Hyunday H-1 cukup luas. Dengan pelan seorang ibu menasehati seseorang lewat telepon. Entah anaknya atau temannya. Kurang lebih, buat santai setiap perilaku orang yang tidak suka dengannya. Terlebih menghadapi orang yang licik dan suka cari muka. Dan bla...bla...suaranya samar karena telingaku dipenuhi oleh suara Bruno Mars dengan Grenade-nya.
Mungkin benar apa yang dikatakan oleh sang ibu itu. Menghadapi orang yang senang cari muka (bingung juga sih, emang mukanya kemana sampe harus dicari-cari) itu gampang-gampang susah. Maksudnya, susah untuk tidak tertawa dengan perilakunya, yang seringnya terlihat bodoh dan naif.
Betapa tidak, orang jenis ini dengan sendirinya akan menelanjangi dirinya sendiri. Ingin terlihat pintar malah kelihatan kebelinger. Ingin terlihat pandai malah seperti berandai-andai. Pokoknya, nggak banget deh.
Karakternya sama dengan pembohong. Dia akan mengakui kebohongan dengan sendirinya. Mungkin tidak dalam waktu itu. Lidahnya akan keseleo. Alam bawah sadarnya tidak sengaja akan mengakui bahwa ia berbohong.
Rupanya lagu yang diputar melalui HTC Desire-ku sudah berganti beberapa lagu. Sementara penunjuk kilometer baru melewati Km. 12. Owh, masih dibutuhkan puluhan kilometer untuk tiba di km. 76. Tapi untungnya, HTC dan Note 10.1 selalu setia menemani.
Sementara sang ibu tadi nampak akan mengakhiri teleponnya. Sayup terdengar dia mengeluh menahan pipis kepada lawan bicaranya di telepon. Ada-ada saja. Duduknya sudah mulai gelisah. Ah, aku juga pernah merasakannya. Sungguh tidak nyaman dan waktu seolah olah bergerak melambat.
Sudahlah, sepertinya mending tidur. Alih-alih mencicil tulisan untuk buku kejar tayang, mata rupanya tidak bisa diajak kompromi. Hoamm....
(12.08.14)
0 komentar:
Posting Komentar